Kamis, 07 Desember 2017

Sistem kemasyarakatan, pemerintahan, filsafat dan kepercayaan pada masa Hindu-Budha di Indonesia

Sebelum masuknya pengaruh Hindu-Buddha ke indonesia, sistem pemerintahan yang di anut di indonesia adalah sistem pemerintahan desa, yang di pimpin oleh seorang kepala suku dan dipilh berdasarkan kelebihan dan kekuatannya.

Budaya Indonesia tumbuh lewat lintasan sejarah yang panjang. Jika budaya diartikan sebagai tata keyakinan, pemikiran, perilaku ataupun produk yang dihasilkan secara bersama, maka budaya Indonesia dapat dikatakan mengalami relativitas. Artinya, budaya yang kini berkembang di Indonesia merupakan hasil percampuran dari aneka budaya berbeda. Hasil dari percampuran tersebut hingga kini masih berada dalam keadaan berubah secara konstan. Terdapat banyak pengaruh “luar” yang turut membentuk karakter budaya Indonesia.

Pada zaman dahulu, terdapat dua negeri besar di Asia yang tingkat peradabannya dianggap sudah tinggi, yaitu India dan Cina. Dalam hal perdagangan, kedua negeri ini bekerja sama dengan baik. Jalur perdagangan melalui jalur darat dan laut. Salah satu jalur laut yang dilewati India dan Cina adalah Selat Malaka. Indonesia terletak di jalur posisi silang dua benua dan dua samudra. Indonesia berada dekat dengan Selat Malaka.


Dengan masuknya pengaruh Hindu muncul konsep dewa raja, pimpinan tertinggi dalam sebuah kelompok adalah seorang raja, yang diyakini sebagai ti-tisan atau reinkarnasi dewa (Dewa Siwa atau Dewa Wisnu). Konsep ini melegitimasi (mengesahkan) pemusatan kekuasaan pada raja.


Dari konsep ini pulalah indonesia mulai menenal sistem pemerintahan kerajaan, dengan raja sebagai pimpinan tertinggi dibantu sejumlah pejabat yang bertugas sesuai fungsinya (misalnya: urusan ketatanegaraan, agama, hukum, perpajakan, upeti, dan lain-lain).


Sebagai penguasa, raja memiliki wewenang penuh terhadap seluruh tanah di wilayah kerajaannya, sedangkan rakyat hanyalah penggarap. Rakyat juga wajib memberikan kesetiaan yang penuh terhadap titah raja, termasuk dalam membangun istana dan candi tanpa menuntut upah.

Seni Ukir Peninggalan Hindu Budha di Indonesia








Seni Sastra Hindu Budha di Indonesia








Rabu, 06 Desember 2017

PROVIL VIHARA VAJRA BUMI GIRI PUTRA

Profil Vihara


Nama Vihara            : Vihara Vajra Bumi Giri Putra (慈藏同修會)
Tahun berdiri            : 20 April 1997
Alamat                      : Jl. Depok Segaralangu RT 04, RW 04 Desa Segaralangu, Kecamatan Cipari, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah, Kode Pos 53262
Sekte                           : Tantrayana Zhenfo Zong
Lembaga Naungan     : Majelis Agama Buddha Tantrayana Zhenfo Zong Kasogatan Indonesia
Website                      : viharavajrabumigiriputra.wordpress.com
Bhaktisala                   : Altar Utama, Altar Dewa Tahunan, Altar Dewa Bumi
Kegiatan Rutin         :
1.      Jadwal Puja Bhakti        : Setiap hari pukul 19.00 – 21.00 Wib
2.      Pujasanti bapak-bapak : Setiap hari selasa pukul 19.30 – 21.00 Wib
3.      Pujasanti Ibu-ibu           : Setiap hari minggu pukul 16.00 – 17.30 Wib
4.      Sekolah Minggu             : Setiap hari minggu pukul 08.30 – 10.30 Wib
5.      Sekolah sore                  : Setiap hari senin – Sabtu pukul 15.00 – 17.00 Wib

Susunan Pengurus

Sesepuh                     : Djoyo Martono, Sadikin, Isma Taruna, Sugito, Suwandi.
Koord Pembina        : PS. Siswadi SB
Anggota                     : Bikhu Lhama Padma Karya, Dharmaduta Basri Andi Siswoyo, Dharmaduta Dedi, Pandita Lokapalasraya Tasimun, Sri Astuti
Ketua Vihara            : Suryaman
Sekretaris                   : Daryono, Dwinami Karlina
Bendahara                 : Sri Astuti
Ketua Bidang            :
1.      Pemuda         : Tasno
2.      Ibu-ibu           : Rasmen
3.      Remaja           : Ngafito
4.      SMB                : Tri Okta Kriswanto
5.      Sosial              : Wasiah
6.      Humas           : Dartam
7.      Dharma          : Sri Astuti
8.      Ritual             : Pdt. Tasimun

Sejarah Vihara Vajra Bumi Giri Putra


Asal Mula Vihara Vajra Bumi Giri Putra
Vihara Vajra Bumi Giri Putra dahulu bernama Vihara Dharma Dvipa. Vihara Dharma Dvipa didirikan sekitar tahun 1970 atas prakarsa umat, bangunan yang sangat sederhana dengan bilik bambu itu didirikan diatas tanah milik Bapak Djoyo Martono yang merupakan ketua umat Buddha pada waktu itu. Seiring dengan berjalanya waktu, umat Buddha kian bertambah dengan banyaknya penganut kepercayaan yang beralih keyakinan ke agama Buddha sehingga vihara tidak mampu menampung umat untuk puja bhakti bersama. Kemudian Vihara Dharma Dvipa dipindahkan ke lokasi yang tidak jauh dari lokasi sebelumnya dengan ukuran yang lebih besar.
Berkenaan dengan pembinaan, umat Buddha di Vihara Dharma Dvipa sempat beberapa kali beralih sekte, hal ini disebabkan karena daerahnya terpencil sehingga sulit dijangkau oleh rohaniawan agama Buddha dari sekte tertentu yang hanya satu atau dua kali datang untuk membina. Kemudian datang rohaniawan dari sekte berbeda, dan umat beralih ke sekte tersebut. Kurangnya pembinaan membuat umat Buddha seperti kehilangan arah kerohanian dan umat banyak yang keluar dari agama Buddha terutama generasi muda. Demikianlah hal ini terjadi sampai beberapa kali.
Kedatangan Majelis Tantrayana Kasogatan ke Vihara Dharma Dvipa pada tahun 1994 diikuti dengan beralihnya umat ke sekte ini. Pembinaan yang berkesinambungan seperti hembusan napas bagi umat yang seolah menghidupkan kembali semangat spiritual yang hampir padam. Tahun 1997 Misi Dana Paramita Majelis Tantrayana Kasogatan yang diprakarsai oleh Romo Pandita Purna Chandra memugar Vihara Dharma Dvipa menjadi bangunan permanen, Vihara Dharma Dvipa berganti nama menjadi Vihara Vajra Bumi Giri Putra Soemarsono. Nama tersebut diambil dari seorang tokoh sekte Kasogatan yang sangat berjasa yaitu Bapak Giri Putra Soemarsono. Dalam perkembanganya vihara tersebut kemudian di kenal dengan nama Vihara Vajra Bumi Giri Putra.
Sejarah Terbentuknya Organisasi Kepemudaan Vihara Vajra Bumi Giri Putra
Pada tahun 1998 sampai pertengahan tahun 2000, Vihara Vajra Bumi Giri Putra kembali vakum. Bulan Juli tahun 2000 Majelis Tantrayana Kasogatan mengadakan Lokakarya di Cilacap, ketua vihara mengirim muda-mudi untuk mengikuti kegiatan tersebut. Berawal dari kegiatan tersebut dan dengan dukungan serta bimbingan para sesepuh, muda-mudi menjadi penggerak keaktifan umat Buddha di Vihara Vajra Bumi Giri Putra. Muda-mudi semakin bersemangat dengan dibentuknya organisasi kepemudaan yaitu Ikatan Remaja Vihara Kasogatan Indonesia (IREVIKASI) pada tahun 2001 yang di ketuai oleh Tasno. Kemudian organisasi tersebut berganti nama menjadi Muda-Mudi Vihara Vajra Bumi Giri Putra (MUDIVIGIRA).
Karena tuntuan ekonomi sebagian besar pengurus dan anggota Mudivigira pergi merantau. Hal ini tidak menjadi kendala karena pengurus dan anggota Mudivigira di perantauan terus menjalin komunikasi dengan umat di desa. Anggota Mudivigira yang di Jakarta dan sekitarnya aktif mengikuti kegiatan di Viara Vajra Bumi Nusantara Tangerang Banten yang merupakan vihara pusat Majelis Tantrayana Kasogatan (sekarang Majelis Agama Budha Tantrayana Zhenfo Zong Kasogatan Indonesia).
Mudivigira menjadi tulang punggung bagi Vihara Vajra Bumi Giri Putra dalam berbagai aktifitas dan kegiatan. Mudivigira menjadi sumber perencanaan dan pembiayaan untuk setiap kegiatan. Hingga saat ini pengurus dan Anggota Mudivigira yang di Jakarta dan sekitarnya rutin mengadakan rapat bulanan di Vihara Vajra Bumi Nusantara Lippo Karawaci Tangerang Banten.
Purna Pugar Kedua Vihara Vajra Bumi Giri Putra
Seiring berjalanya waktu, aktifitas umat Buddha di Vihara Vajra Bumi Giri Putra semakin meningkat, pekembangan ekonomi umat cukup pesat, wawasan dan pemahaman Dharma Tantra semakin maju. Pada tahun 2010 Vihara Vajra Bumi Giri Putra kembali dipugar, altar dan sarana prasarana diperlengkap. Pemugaran Vihara Vajra Bumi Giri Putra diresmikan oleh Wakil Bupati Cilacap Bapak Tatto Suwarto Pamuji. Tahun 2013 ukuran altar kembali dirubah menjadi lebih panjang dari ukuran 2 meter menjadi 3,2 meter. Sisi naga altar utama dibuat altar Dewa Tahunan (太歲) dan disisi macan dibuat altar Dewa Bumi (土地公).

Dokumentasi di Kegiatan Vihara Vajra Bumi Giri Putra


Selasa, 05 Desember 2017

Video tentang Hindu Buddha di Indonesia

UPACARA NGABEN DI BALI


Upacara pembakaran mayat atau ngaben orang Bali terkenal abadi sebagai upacara kematian yang “terindah” di dunia. Di Indonesia, dalam bentuk yang hampir sama, upacara serupa pernah dilakukan oleh beberapa orang Jawa dan dan wilayah lainnya seiring dengan perkembangan agama Hindu pada beberapa abad yang lalu.

UPACARA PERNIKAHAN HINDU DI JAWA


Di Jawa seperti juga ditempat lain, pada prinsipnya perkawinan terjadi karena  keputusan dua insan yang saling jatuh cinta.Itu merupakan hal yang prinsip. Meski ada juga perkawinan yang terjadi karena dijodohkan orang tua yang terjadi dimasa lalu. Di Jawa dimana kehidupan kekeluargaan masih kuat, sebuah perkawinan tentu akan mempertemukan dua buah keluarga besar. Oleh karena itu, sesuai kebiasaan yang berlaku, kedua insan yang berkasihan  akan memberitahu keluarga masing-masing bahwa mereka telah menemukan pasangan yang cocok dan ideal untuk dijadikan suami/istrinya.

TATACARA MEDITASI AGAMA BUDDHA


Meditasi, terkadang disebut juga semadi, adalah praktik relaksasi yang melibatkan pelepasan pikiran dari semua hal yang menarik, membebani, maupun mencemaskan dalam hidup kita sehari-hari. Makna harfiah meditasi adalah kegiatan mengunyah-unyah atau membolak-balik dalam pikiran, memikirkan, merenungkan.

KEBAKTIAN DALAM AGAMA BUDHA


Sebagai umat Buddha yang berbakti, sebaiknya setiap hari Minggu melaksanakan puja bakti/kebaktian. Puja bakti biasanya dilaksanakan waktu pagi hari. Bila kamu pernah mengikuti puja bakti, kamu adalah manusia yang meyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa. Puja bakti/kebaktian dalam agama Buddha dilakukan dengan cara yang berbeda-beda dan menggunakan doa yang berbeda sesuai dengan aliran masing-masing karena agama Buddha juga banyak aliran dan banyak sekte. Dalam kebaktian, ada yang menggunakan bahasa Mandarin, bahasa Sanskerta, bahasa Pali, bahasa Jepang, Tibetan, dan bahasa yang lain. Meskipun cara dan doa yang dibacakan ketika kebaktian.

SUMBER: YOUTUBE

Candi-Candi Sisa Peninggalan Hindu Budha di Indonesia

Meskipun Kerajaan Hindhu-Budha di Jawa Barat tak semasyur dan semakmur bila dibandingkan dengan kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah, namun mereka tetap meninggalkan sebuah jejak yang menerangkan bahwa mereka pernah eksis di jamanya, dan inilah 5 candi Hindhu-Budha yang masih bisa kita jumpai di Jawa Barat...

1. Candi Bojongmenje


     Atau yang lebih dikenal dengan Situs Rancaekek, merupakan komplek purbakala yang diduga merupakan peninggalan masa pra-Islam di Jawa Barat yang terletak di Dusun Bojongmenje, Kalurahan Cangkuang, Kecamatan Rancaekek, Bandung,Jawa Barat. Situs ini terletak di dekat kawasan industri sehingga keberadaannya terancam.

2. Candi Cangkuang


     Adalah sebuah candi Hindu yang terdapat di Kampung Pulo, wilayah Cangkuang, Kecamatan Leles, Garut, Jawa Barat. Candi inilah juga yang pertama kali ditemukan di Tatar Sunda serta merupakan satu-satunya candi Hindu di Tatar Sunda.

3. Percandian Batujaya


     Kompleks Percandian Batujaya adalah sebuah suatu kompleks sisa-sisa percandian Buddha kuna yang terletak di Kecamatan Batujaya dan Kecamatan Pakisjaya, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Situs ini disebut percandian karena terdiri dari sekumpulan candi yang tersebar di beberapa titik.

4. Percandian Cibuaya


     Situs Percandian Cibuaya merupakan komplek beberapa bangunan dan tinggalan purbakala di Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Berdasarkan temuan arca Wisnu danlingga, para ahli menduga bahwa situs ini merupakan lokasi percandian Hindu di masa lampau. Situs ini kurang lebih sejauh 23 km jarak lurus, arah timur-tenggara dari situs Percandian Batujaya yang bernuansa Buddha.

5. Situs Karangkamulyan


     Situs ini terletak di Ciamis. Situs ini merupakan peninggalan dari zaman Kerajaan Galuh yang bercorak Hindu-Buddha. Kawasan yang luasnya kurang lebih 25 Ha ini menyimpan berbagai benda-benda yang diduga mengandung sejarah tentang Kerajaan Galuh yang sebagian besar berbentuk batu. Batu-batu ini letaknya tidaklah berdekatan tetapi menyebar dengan bentuknya yang berbeda-beda. Batu-batu ini berada di dalam sebuah bangunan yang strukturnya terbuat dari tumpukan batu yang bentuknya hampir sama. Struktur bangunan ini memiliki sebuah pintu sehingga menyerupai sebuah kamar.

Sumber : Sumber

Senin, 04 Desember 2017

Observasi di Vihara Avalokitesvara Pondok Cabe Pamulang

LAPORAN OBSERVASI
HINDU BUDHA DI INDONESIA
VIHARA AVALOKITESVARA PONDOK CABE


DISUSUN OLEH :
MAULANA AKBAR R                                            (11150321000042)










FAKULTAS USHULUDDIN JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA


Daftar Isi





BAB I

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat, karunia, serta kasih sayang terbesar-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan hasil observasi ini dengan judul Observasi ke Rumah Ibadah Vihara Avalokitesvara Pondok Cabe. Laporan ini disusun bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hindu Budha Di Indonesia.. Selain itu sebagai upaya untuk membuka wawasan para masyarakat dan khususnya mahasiswa/i UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk meningkatkan intelektual rakyat banyak..
Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sekalian demi memperbaiki makalah ini untuk penulisan lain di kemudian hari.Semoga makalah ini dapat mendatangkan manfaat bagi kita semua. Sekian dan terimakasih.

B. Rumusan Masalah

1.          Apa saja Kegiatan dan alat-alat ibadah umat Buddha di Vihara                                            Avalokitesvara Pondok Cabe.

C. Tujuan Makalah


1.          Mengetahui Kegiatan dan alat-alat ibadah umat Buddha di Vihara                                    Avalokitesvara Pondok Cabe.



BAB II

PEMBAHASAN

 

A. Pelaksanaan Observasi

Hari                 : Minggu, 29 Oktober 2017
Pukul               : 09.00 WIB
Tempat             : Vihara Avarokitesvara Pondok Cabe

B. Narasumber

Sdri. Maya
sebagai Ketua pemuda pengurus Vihara Avarokitesvara Pondok Cabe

C. Jadwal Kegiatan Observasi Vihara Avarokitesvara Pondok  Cabe

                Sabtu, 22 April 2017


    08.00-09.00       Preparing (Halte UIN)
dan Keberangkatan
    13.00-13.30      
Sampai di lokasi dan mulai melakukan observasi
    13.30-14.15       Ramah Tamah dengan
pengurus Vihara Avalokitesvara
    14.15-17.00       Membaur dengan
umat Sekitar
    17.00-19.30      
Istiharat


 

D. Uraian

Vihara Avalokitesvara terletak di Jl. Cabe Raya No.64, Pd. Cabe Udik, Pamulang, Kota Tangerang Selatan bersebelahan dengan keleteng Kwan Im Thang. Vihara ini terletak kurang lebih 300 Meter dari jalan raya. Letaknya yang bersebelahan dengan Klenteng namun tidak pernah terjadi ketegangan sama sekali. Vihara Avalokitesvara terlihat biasa saja seperti Vihara pada umumnya ketika tampak dari luar. Namun Vihara ini akan sangat terlihat megah ketika kita masuk ke bagian dalam bagian Vihara Ini.
Bagian Altar Vihara
Sumber : Dokumentasi Pribadi

Vihara ini ternyata memiliki banyak kegiatan di dalamnya, yang pengurusnya adalah para pemuda pemudi yang aktif dalam lingkungan sosialnya.

Para remaja pengurus Vihara
Sumber : Dokumentasi Pribadi

Mereka senantiasa membuat program-program dalam untuk kegiatan yang ada di Vihara. Salah satunya adalah program sekolah Budha. Sekolah Budha dalam Vihara ini memiliki klasifikasi sesuai dengan tingkatannya. Ada anak-anak dan remaja.



Latihan Angklung anak-anak
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Sekolah Budha dalam Vihara Avalokitesvara mengajarkan berbagai hal selain dalam sisi keagamaan. Sekolah ini mengajarkan seperti angklung, tari-tarian, memasak, dll. Sekolah ini juga sering mengadakan observasi ke tempat-tempat seperti museum, kebun binatang, dan tempat-tempat yang memiliki nilai edukasi tersendiri.

Kegiatan Sekolah minggu di Vihara 
Sumber: Dokumentasi Pribadi


Dalam kelas tersebut terdapat sebuah altar kecil untuk beribadah anak-anak dan altar itu digunakan sebagai media belajar anak-anak untuk beribadah. Altar ini tidak sebesar dengan altar yang ada di bagian depan Vihara ini. Karena memang Altar ini tidak untuk beribadah umat pada umumnya.

Altar Budha untuk anak-anak
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Saat dikunjungi pada Tanggal 29 Oktober 2017 tepat pada hari minggu, umat Buddha di Vihara ini sedang melakukan peribadatan. Dan umat Budha semua beribadah pada bagian Altar depan dari Vihara ini. Dan saat beribadah, umat Buddha menggunakan berbagai macam alat-alat ibadah diantaranya :
GONG

Gong
Sumber : Dokumen Pribadi

Gong adalah sebuah alat sembayang yang terbuat dari tembaga, mempunyai posisi sebagai kepala dari semua alat. Dong dipegang oleh seorang pemimpin yang disebut Weino (wéi nà), jika pada masa lalu yang berhak menjadi weino adalah mereka para bhiksu sesepuh dalam vihara , agaknya tradisi tersebut sudah mulai berubah, dijaman dewasa ini semua orang bisa menjadi weino. Syarat utamanya adalah mempunyai suara yang merdu dan dapat bernyanyi dengan benar, ditambah lagi harus piawai dalam mengendalikan Gong sebagai factor penting dalam sebuah upacara Mahayana.
Gong memegang peranan penting dalam sebuah upacara Mahayana, jika seorang weino memukul gongnya berarti pertanda upacara akan dimulai dan semua alat sembayang yang lain juga harus mengikuti irama yang dilantunkan oleh sang weino. Jika weino memukul gongnya 2 kali secara berturut-turut berarti waktunya lantunan gatha sutra diselesaikan. Saat gongnya ditekan dengan suara kecil maka sang weino sudah bersiap untuk mulai melantunkan nada gatha dalam sutra.


KECHE & TANGCHE














Keche
Sumber: Dokumentasi Pribadi


Tangche
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Dalam tata cara upacara Mahayana, kheche dan tangche adalah sepasang alat yang tidak dapat dipisahkan. Kheche adalah sepasang lempengan yang hampir mirip piring terbang kembar yang dipukul bersama dengan tangche. Kheche dipukul sejajar dengan perut dengan posisi kheche kanan atas dan kiri dibawah. Sedangkan tangche dipukul sejajar dengan muka, layaknya seorang yang sedang berkaca. Kedua alat ini merupakan perpaduan alat music tradisional kontemporer Tiongkok yang sering muncul dalam barongsai, opera , dsb, yang kemudian diadopsi dalam tata cara upacara Buddhisme Mahayana.


Dewa Namo Mi Le Phu Sa

Sumber: Dokumentasi Pribadi
Dewa ini dipercaya oleh orang Buddha sebagai dewa selanjutnya. Nanti ada masa dimana semua orang tidak lagi percaya agama Buddha, dan agama Buddha pun runtuh, dan Buddha selanjutnya pun akan muncul di dunia.

BAB III

KESIMPULAN



Indonesia adalah yang kaya dengan kebudayaan dan berbagai macam suku bangsanya. Sudah menjadi hak kita sebagai warga negara Indonesia yang baik, harus menjaganya dari tangan-tangan jahil manusia yang ingin merampas dan merusaknya. Kedatangan saya ke Vihara Avalokitesvara seakan membuka wawasan saya akan pentingnya menjaga warisan budaya dan keagamaan di Indonesia. Karena keberagamaan di Indonesia, bukan seharusnya kita debatkan dan saling menjatuhkan. Sikap yang paling benar adalah, kita saling menjaga satu sama lain agar terjadi harmonisasi dan kerukunan umat berbudaya dan beragama. Satu kata yang menurut pemakalah paling cocok untuk menutup tulisan ini. Indahnya pelangi, bukan disebabkan warnanya yang seragam, namun pelangi indah dengan beragamnya warna di dalamnya.

Dokumentasi Video Observasi