LAPORAN OBSERVASI
HINDU BUDHA DI INDONESIA
VIHARA AVALOKITESVARA PONDOK CABE
DISUSUN OLEH :
MAULANA AKBAR R
(11150321000042)
FAKULTAS USHULUDDIN JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Alhamdulillah, puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat, karunia,
serta kasih sayang terbesar-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan hasil observasi ini dengan judul Observasi
ke Rumah Ibadah Vihara Avalokitesvara Pondok Cabe. Laporan ini disusun bertujuan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Hindu
Budha Di Indonesia.. Selain itu sebagai upaya untuk membuka
wawasan para masyarakat dan khususnya mahasiswa/i UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta untuk meningkatkan intelektual rakyat banyak..
Kami menyadari bahwa
masih terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penyusunan makalah ini.
Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sekalian demi
memperbaiki makalah ini untuk penulisan lain di kemudian hari.Semoga makalah
ini dapat mendatangkan manfaat bagi kita semua. Sekian dan terimakasih.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja Kegiatan dan alat-alat ibadah
umat Buddha di Vihara Avalokitesvara Pondok Cabe.
C. Tujuan Makalah
1. Mengetahui
Kegiatan dan alat-alat ibadah umat Buddha di Vihara Avalokitesvara
Pondok Cabe.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Observasi
Hari :
Minggu, 29 Oktober 2017
Pukul :
09.00 WIB
Tempat : Vihara Avarokitesvara
Pondok Cabe
B. Narasumber
Sdri. Maya
C. Jadwal Kegiatan Observasi Vihara Avarokitesvara Pondok Cabe
Sabtu, 22 April 2017
08.00-09.00 Preparing (Halte UIN) dan Keberangkatan
13.00-13.30 Sampai di lokasi dan mulai melakukan observasi
13.30-14.15 Ramah Tamah dengan pengurus Vihara Avalokitesvara
14.15-17.00 Membaur dengan umat Sekitar
17.00-19.30 Istiharat
D. Uraian
Vihara Avalokitesvara terletak
di Jl. Cabe Raya No.64, Pd. Cabe Udik, Pamulang, Kota Tangerang Selatan
bersebelahan dengan keleteng Kwan Im Thang. Vihara ini terletak kurang lebih
300 Meter dari jalan raya. Letaknya yang bersebelahan dengan Klenteng namun
tidak pernah terjadi ketegangan sama sekali. Vihara Avalokitesvara terlihat
biasa saja seperti Vihara pada umumnya ketika tampak dari luar. Namun Vihara
ini akan sangat terlihat megah ketika kita masuk ke bagian dalam bagian Vihara
Ini.
Bagian Altar Vihara
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Vihara ini ternyata memiliki banyak kegiatan di
dalamnya, yang pengurusnya adalah para pemuda pemudi yang aktif dalam
lingkungan sosialnya.
Para remaja pengurus Vihara
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Mereka
senantiasa membuat program-program dalam untuk kegiatan yang ada di Vihara.
Salah satunya adalah program sekolah Budha. Sekolah Budha dalam Vihara ini
memiliki klasifikasi sesuai dengan tingkatannya. Ada anak-anak dan remaja.
Latihan Angklung anak-anak
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Sekolah Budha dalam Vihara Avalokitesvara mengajarkan berbagai hal
selain dalam sisi keagamaan. Sekolah ini mengajarkan seperti angklung, tari-tarian,
memasak, dll. Sekolah ini juga sering mengadakan observasi ke tempat-tempat
seperti museum, kebun binatang, dan tempat-tempat yang memiliki nilai edukasi
tersendiri.
Kegiatan Sekolah minggu di Vihara
Sumber:
Dokumentasi Pribadi
Dalam kelas tersebut terdapat sebuah altar kecil
untuk beribadah anak-anak dan altar itu digunakan sebagai media belajar
anak-anak untuk beribadah. Altar ini tidak sebesar dengan altar yang ada di
bagian depan Vihara ini. Karena memang Altar ini tidak untuk beribadah umat
pada umumnya.
Altar Budha untuk anak-anak
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Saat dikunjungi pada Tanggal 29 Oktober 2017 tepat pada hari minggu,
umat Buddha di Vihara ini sedang melakukan peribadatan. Dan umat Budha semua
beribadah pada bagian Altar depan dari Vihara ini. Dan saat beribadah, umat
Buddha menggunakan berbagai macam alat-alat ibadah diantaranya :
GONG
Gong Sumber : Dokumen Pribadi |
Gong adalah sebuah alat sembayang yang terbuat dari tembaga, mempunyai posisi sebagai kepala dari semua alat. Dong dipegang oleh seorang pemimpin yang disebut Weino (wéi nà), jika pada masa lalu yang berhak menjadi weino adalah mereka para bhiksu sesepuh dalam vihara , agaknya tradisi tersebut sudah mulai berubah, dijaman dewasa ini semua orang bisa menjadi weino. Syarat utamanya adalah mempunyai suara yang merdu dan dapat bernyanyi dengan benar, ditambah lagi harus piawai dalam mengendalikan Gong sebagai factor penting dalam sebuah upacara Mahayana.
Gong memegang peranan penting
dalam sebuah upacara Mahayana, jika seorang weino memukul gongnya berarti
pertanda upacara akan dimulai dan semua alat sembayang yang lain juga harus
mengikuti irama yang dilantunkan oleh sang weino. Jika weino memukul gongnya 2
kali secara berturut-turut berarti waktunya lantunan gatha sutra diselesaikan.
Saat gongnya ditekan dengan suara kecil maka sang weino sudah bersiap untuk
mulai melantunkan nada gatha dalam sutra.
KECHE & TANGCHE
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Dalam tata cara upacara
Mahayana, kheche dan tangche adalah sepasang alat yang tidak dapat dipisahkan. Kheche
adalah sepasang lempengan yang hampir mirip piring terbang kembar yang dipukul
bersama dengan tangche. Kheche dipukul sejajar dengan perut dengan posisi
kheche kanan atas dan kiri dibawah. Sedangkan tangche dipukul sejajar dengan
muka, layaknya seorang yang sedang berkaca. Kedua alat ini merupakan perpaduan
alat music tradisional kontemporer Tiongkok yang sering muncul dalam barongsai,
opera , dsb, yang kemudian diadopsi dalam tata cara upacara Buddhisme Mahayana.
Dewa Namo Mi Le Phu Sa
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Dewa ini dipercaya oleh orang Buddha sebagai dewa selanjutnya. Nanti ada
masa dimana semua orang tidak lagi percaya agama Buddha, dan agama Buddha pun
runtuh, dan Buddha selanjutnya pun akan muncul di dunia.
BAB III
KESIMPULAN
Indonesia adalah yang kaya dengan
kebudayaan dan berbagai macam suku bangsanya. Sudah menjadi hak kita sebagai
warga negara Indonesia yang baik, harus menjaganya dari tangan-tangan jahil
manusia yang ingin merampas dan merusaknya. Kedatangan saya ke Vihara
Avalokitesvara seakan membuka wawasan saya akan pentingnya menjaga warisan
budaya dan keagamaan di Indonesia. Karena keberagamaan di Indonesia, bukan
seharusnya kita debatkan dan saling menjatuhkan. Sikap yang paling benar
adalah, kita saling menjaga satu sama lain agar terjadi harmonisasi dan
kerukunan umat berbudaya dan beragama. Satu kata yang menurut pemakalah paling
cocok untuk menutup tulisan ini. Indahnya pelangi, bukan disebabkan warnanya
yang seragam, namun pelangi indah dengan beragamnya warna di dalamnya.
Dokumentasi Video Observasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar